Monday, May 4, 2009

Relativitas Nilai Kehidupan

Value of life memang relatif. Bukan hanya bergantung kepada daerah masing-masing, tetapi juga wilayah pekerjaan. Walaupun begitu, pribadi masing-masing kadangkala bisa mengalahkan peraturan nilai lingkungannya.

Tadi malam kebetulan saya baca buku Pendidikan Nilai karya Dr. Rohmat, tepatnya tentang Relativitas Nilai kehidupan. Eh, tadi pagi di perjalanan saat menuju kantor menemukan kejadian yang tidak disangka-sangka.

Ketika jalanan macet, sudah biasa seandainya pengendara memanfaatkan jalan sisa di antara dua kendaraan yang bersebelahan. Namun, betapa herannya, pengendara modil APV dari arah depan yang berjalan pelan, melihat pengendara sepeda motor yang sebenarnya tidak ugal-ugalan, tiba-tiba mengencangkan jalannya dan begitu berdempetan dengan mobil di sebelahnya yang berbeda arah (sekitar jarak 10cm) malah ia menghentikan kendaraannya sampai sekitar 5 menit. Sebenarnya jalan masih cukup untuk menempatkan sepeda motor di tengah-tengah dua mobil berbeda arah itu, tetapi pengendara mobil APV yang berpenampilan ganteng dan keren seperti tidak menghendakinya. Padahal kejadian itu bisa mengakibatkan sepeda motor di hadapannya menabraknya.

Lain lagi dengan kejadian yang saya alami hari sebelumnya, ketika membawa sepeda motor. Saya menyalip bis Cahaya Bakti Utama yang kebetulan tidak melaju kencang. Tiba-tiba dari arah depan, mikrobis melaju kencang, sehingga saya melambatkan kendaraan. Tanpa diduga bis Cahaya Bakti Utama seperti ingin melindungi saya dengan cengekeraman mikrobis yang melaju kencang itu dengan menghabiskan jalur yang saya lalui.

Dua kejadian yang berturutan hari itu saya pandang merupakan ketidaksesuaian nilai kehidupan yang diperlihatkan mereka. (!?) Pengemudi mobil baru yang ganteng dan perlente seharusnya cenderung lebih hati-hati dan pengemudi bis yang cenderung kurang memperhatikan keselamatan pengendara lain, dalam kenyataannya terbalik.

Ini mengisyaratkan value of life memang relatif, bukan hanya bergantung kepada daerah masing-masing, bukan pula berdasar wilayah pekerjaannya, tetapi pribadi masing-masing pun memperlihatkan relativitas nilai kehidupan.

Sunday, May 3, 2009

Hardiknas yang terlewat

Tadi pagi di facebook ada yang mengangkat isi pengajian ustadz Jepri. Katanya, SBY, JK, Gubernur, Bupati, Camat, dll... termasuk kita adalah pengemis.

Saya komentari, "betul, dulu Muhammad (saw) sebelum diangkat jadi nabi dikenal karena pribadinya, jadi pengambil keputusan di antara orang-orang nasrani dan majusi karena pribadinya; siti khadijah menikahinya juga karena pribadinya. di RI untuk jadi tenar dan diakui orang harus ngemis, ya ujung-ujungnya ngemis lagi."

Sepertinya, jawaban saya spontanitas. Ternyata penulis status, ngomentari, "maksud pengemis itu adalah mencari ilmu dari orang lain, terutama dari Allah swt... dan seterusnya."

Jadi ingat lagi hari pendidikan nasional (hardiknas) 2 Mei 2009 yang baru berlalu. Tapi, seusai peringatan hari pendidikan nasional, apa yang bisa kita ambil dan apa yang harus kita kerjakan?

Semua orang dapat dipastikan memiliki jawabannya. Hanya saja, muncul pertanyaan baru, kejujurankah, kepolosankah, keceplosankah, atau apa?

Terlepas dari itu semua, eUCLIDmaja berharapsemoga gaung hardiknas tidak hanya acara seremonial belaka, tetapi lebih bermakna dan memunculkan sikap dan perilaku pada semua pihak untuk secara bersama-sama memajukan pendidikan nasional. Dan ini untuk kita semua.

Kita semua tahu, sukses pendidikan nasional adalah sukses anak-anak indonesia di masa depan. Karena itu, marilah kita dukung thema hardiknas 2 Mei 2009 dengan langkah nyata. Adapun thema hardiknas kali ini adalah "PENDIDIKAN SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI MENJAMIN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA".

Dengan segala ketulusan hati, walaupun terlambat,eUCLIDmaja mengucapkan SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL (HARDIKNAS) 2 MEI 2009.