Sunday, February 27, 2011

Uang Sertifikasi Untuk Siapa?

Ada seorang guru bertanya uang sertifikasi itu sebenarnya untuk mensejahterakan siapa? Mengapa harus ribet?


Bagi guru yang belum pernah mendapatkan penghasilan tambahan hasil dari sertifikasi guru tentunya akan heran mendengarnya. Sehingga, secara tidak langsung harus tahu ada apa sebenarnya dengan uang sertifikasi, yang katanya penghargaan dari pemerintah pusat terhadap profesi guru profesional versi baru.


Saya katakan guru profesional versi baru, sebab ketika kuliah dulu yang disebut guru profesional adalah guru yang telah memperoleh sebongkah kemampuan sebagai guru melalui pendidikan dan latihan. Para guru yang sebelumnya bersekolah di sekolah guru atau sekolah tinggi keguruan dan ilmu pendidikan telah layak disebut guru profesional (red).


Kenyataannya sekarang mereka harus mengalami seleksi melalui proses sertifikasi lagi, baik melalui jalur portopolio atau pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG).


Walaupun begitu, ini langkah positif bagi peningkatan tingkat pendidikan di Indonesia yang katanya mengalami kemunduruan di banding tahun-tahun sebelumnya. Yang katanya pula, kalau dulu, katakan saja Malaysia berguru ke Indonesia, sekarang malah sebaliknya. Terbukti, studi banding sekolah2 di Indonesia sebagiannya ke Malaysia, walaupun mungkin saja di antaranya memanfaatkan dana untuk rekreasi ke luar negeri, hehe.. (becanda).


Lantas, bagaimana dengan sertifikasi guru yang telah dilaksanakan sejak 2006? Hasilnya lumayan. Hanya katanya ... katanya yang mengikuti PLPG memiliki pengalaman lebih dibandingkan dengan yang lulus melalui jalur portopolio.


Terlepas dari mana yang lebih efektif, melalui jalur portofolio atau PLPG, kedua jenis guru yang telah disertifikasi katanya ... katanya harus melewati beberapa tahap lagi untuk mendapatkan uang sertifikasi.


Wajar memang. Tapi, katanya ... katanya setiap kali setiap kali akan mendapatkan uang sertifikasi yang selalu dirapel ( mungkin untuk sekolah2 tertentu yang entah di propinsi atau kabupaten mana saja), setiap guru harus menyerahkan terlebih dahulu copy sertifikasi yang dilegalisir dan surat keterangan melaksanakan tugas (SKMT). Ironisnya, entah siapa yang memulai, proses penandatanganan SKMT berimplikasi kepada pemberian tips yang besarnya sampai ratusan ribu. Belum lagi, jika datang sindiran dari guru2 yang belum disertifikasi, juga pegawai guru yang tidak mau kalah memberikan sindiran.


Uang yang didapat memang besar, karena berupa rapel. Tapi, sebandingkah jika dihitung dengan pengorbanan untuk memperoleh sertifikat dan mempertahankannya? Untuk medapatkan sertifikat guru profesional melibatkan moril dan materil yang lumayan, dan untuk mempertahankan keabsahannya harus mengajar 24 jam perminggu selama 5 hari dengan kelenggkapan administrasi dan tambahan kegiatan di luar mengajar yang bisa menyita waktu keluarga bahkan para siswa.


Kalau begitu, sebenarnya uang sertifikasi itu untuk mensejahterakan siapa?